Saya
suka mendengar dan membaca cerita Mitologi Hindu, untuk menyaksikannya saya
lebih suka yang dikemas dalam wayang. Penokohan wayang Jawa konon katanya
merupakan adaptasi cerita dari India tersebut. Dulu waktu saya masih SD kalau tidak
salah, saya pernah menyaksikan sinema drama di televisi yang mengisahkan
tentang Mahabharata. Tapi sekali lagi saya lebih menyukai yang dikemas dalam
adegan pewayangan.
Kesukaan
saya adalah cerita Mahabharata yang berakhir pada perang Baratayuda dalam
bahasa Indonesia atau dalam Mitologi Hindu disebut dengan perang besar di Kurukshetra.
Tokoh favorit saya adalah Karna, ini bukan tanpa alasan loh.
Saya
sangat kagum pada Karna karena sifatnya, ia adalah pendukung Korawa yang
berarti adalah tokoh antagonis dalam cerita ini namun diluar dari sekutunya di
pihak jahat sebenarnya Karna memiliki sifat yang dermawan dan rendah hati kepada
sesamanya terutama fakir miskin. Ia adalah ksatria yang sesungguhnya. Ia lebih
mendahulukan kewajibannya membalas budi kepada Duryodana dari pada kecintaannya pada Pandawa
saudaranya.
Dulu
waktu usia saya masih 5-6 tahun saya sedang belajar membaca. Hampir semua buku
yang ada di rumah milik Papa dan Mama saya baca. Papa saya punya buku yang
sangat tebal, yang kalau saya tidak salah ingat habis saya baca dalam waktu
satu tahun. Buku tersebut menceritakan tentang cerita Mahabharata. Buku inilah
yang menjadi awal kesukaan saya pada cerita Mitologi Hindu tersebut. Tapi
sekarang saya tidak tahu buku itu ada dimana, sepertinya sudah hilang waktu
kami pindah rumah.
Diceritakan
Karna adalah kakak kandung satu ibu dari tiga diantara lima Pandawa yaitu
Yudistira (Pandawa tertua), Bimasena (Pandawa kedua) dan Arjuna (Pandawa
ketiga).
Karna
merupakan putra dari Dewa Surya atau Batara Surya dalam versi Indonesia dan
Dewi Kunti. Suatu hari Dewi Kunti mendapat sebuah hadiah yaitu ilmu kesaktian
bernama Adityahredaya, semacam
mantra untuk memanggil dewa
dan mendapat putra darinya. Kesaktian ini ia dapatkan dari Resi Durwasa. Saat
Dewi Kunti mencoba kesaktian dari mantra tersebut ia mencoba membaca mantra dan
sambil menatap matahari terbit. Akibatnya Dewa Surya datang dan memberikan anugerah
seorang putra kepadanya, putra inilah yang akhirnya nanti akan dikenal sebagai
Karna. Dewa Surya membantu dengan segera agar Dewi Kunti melahirkan dan setelah
melahirkan Dewa Surya membantu mengembalikan keperawanan Dewi Kunti lalu Surya
kembali ke khayangan.
Nah
karena Dewi Kunti tidak mau merusak nama baik kerajaan dengan memiliki bayi
padahal belum menikah, akhirnya ia membuang bayi tersebut ke sungai Aswa. Bayi
itu terbawa arus sungai hingga ditemukan oleh Adirata, seorang kusir di
Kerajaan Hastinapura. Kemudian bayi tampan yang sudah sejak lahir mengenakan
pakaian perang lengkap serta kalung dan anting pemberian Dewa Surya itu diberi
nama Basusena lalu diangkat menjadi anak oleh Adirata dan Radha istrinya.
Basusena
juga dikenal sebagai Sutaputra yang berarti anak kusir serta Radheya yang
artinya anak Radha, istri Adirata.
Semakin
beranjak dewasa, Radheya yang tumbuh di keluarga kusir justru ingin menjadi
panglima kerajaan. Ayah angkatnya, Adirata pun mencoba mendaftarkannya pada
Resi Drona yang pada saat itu juga sedang mendidik putra Pandawa dan Korawa.
Namun sayang, Resi Drona tidak mau menerima murid yang bukan berasal dari kaum
Ksatriya.
Radheya
yang sudah memiliki niat besar untuk belajar pada Drona pun akhirnya harus
belajar secara diam-diam. Dia selalu mengintai Drona ketika mengajar Pandawa
dan Korawa termasuk dalam mengajarkan ilmu Danurweda atau memanah.
Keahliannya
ini yang membuat Radheya kemudian dikenal dengan nama Karna. Dalam bahasa
Sanskert Karna bermakna mahir atau terampil. Nama Karna digunakan setelah
Radheya menguasai ilmu memanah dengan sempurna.
Sampai
suatu hari, Resi Drona menampilkan hasil didikan para Pandawa dan Korawa di
depan seluruh bangsawan dan rakyat di Kerajaan Hastinapura. Setelah melalui
berbagi pertandingan akhirnya diumumkanlah bahwa murid terbaik Drona adalah
Arjuna, Pandawa Ketiga. Saat itulah Karna muncul dan menantang Arjuna untuk adu
memanah dengannya.
Namun
Resi Krepa, pendeta kerajaan meminta agar Karna memperkenalkan diri terlebih
dahulu sebab yang boleh melawan Arjuna hanyalah ia yang berasal dari golongan
sederajat. Karna pun malu karena ia bukanlah dari golongan yang sama dengan
Arjuna ataupun Pandawa.
Pada
saat itulah Duryodana maju membela Karna. Menurutnya, keberanian dan kehebatan
tidak harus dimiliki oleh kaum ksatriya
saja. Namun karena peraturan sudah mengatur demikian akhirnya Duryodana meminta
ayahnya untuk mengangkat Karna sebagai raja bawahan di Angga. Karena Duryodana
adalah anak kesayangan Dretarasta permintaan pun diterima dan pada ari itu juga
Karna diangkat menjadi raja bawahan di Angga.
Pada
penobatan Karna tersebut hadir pula ayah angkatnya, Adirata. Melihat hal itu
Bimasena mengejek Karna sebagai anak kusir dan tidak pantas melawan Arjuna.
Untungnya hari itu pertandingan tidak jadi dilaksanakan karena matahari mulai
terbenam. Disana, di penobatan Karna itu hadir pula Dewi Kunti. Pada saat
pertama kali ia melihat Karna, ia langsung mengenalinya sebagai putra Surya
yang dulu ia buang dari pakaian perang serta kalung dan anting yang melekat di
badannya.
Kemudian
raja Pancala membuat sebuah sayembara dengan hadiah yaitu putrinya, Dropadi.
Sayembara tu adalah sayembara memanah, Duryodana pun tertarik pada Dropadi.
Namun walaupun Duryodana adalah sakti namun ia tidak tahu dan tidak mampu
menggunakan panah yang benar. Kemudian, Karna yang merasa mempunyai utang budi
pada Duryodana pun maju untuk memenangkan pertandingan tersebut.
Karna
yang sudah bersiap-siap untuk memanah kemudian dikejutkan dengan protes dari
Dropadi. Katanya, ia, Dropadi tidak mau jika Karna menang dan ia harus menjadi
istri dari anak seorang kusir. Karna
yang pada saat itu sudah terlanjur sakit hati mengatai Dropadi sebagai wanita
sombong dan seperti menyumpahi bahwa Dropadi akan menjadi perawan tua. Karena
takut, maka ayahnya Dropadi, Drupada mengadakan sayembara lagi dengan syarat
yang dipermudah yaitu tidak harus dari kaum ksatria. Arjuna yang sedang
menyamar sebagai brahmana mengikuti sayembara dan menang.
Atas
permintaan Kunti untuk membagi Dropadi dengan saudara Arjuna yang lain,
akhirnya Pandawa pun menikahi Dropadi.
Pandawa
pun berhasil membangun Indraprastha yang sangat indah dan membuat Korawa iri
padanya. Pada suatu permainan dadu, Korawa mencurangi Pandawa dan akibatnya
Indraprastha jatuh ke tangah Korawa. Begitu juga dengan Dropadi, ia akhirnya
jatuh ke tangan Korawa.
Karna
yang masih menyimpa sakit hati pun mengatakan bahwa seorang wanita yang menikah
dengan lima pria tidak pantas disebut istri namun seorang “maaf” pelacur. Di
ruang permainan, Duryodana meminta Dursasana (Korawa nomor dua) untuk menelanjangi
Dropadi namun karena bantuan dari Sri Kresna akhirnya Dropadi dapat
diselamatkan.
Jauh
sebelum perang besar terjadi, Karna pernah berguru pada Parasurama. Parasurama
adalah seorang brahmana yanga berumur panjang dan juga guru dari Resi Drona. Ia
mempunyai sebuah pengalaman buruk dengan kaum ksatria sehingga ketika Karna
berguru padanya, ia menyamar sebagai seorang brahmana muda.
Pada
suatu hari, Parasurama tidur dipangkuan Karna. Kemudian muncul seekor serangga
menggigit Karna, karena ia tidak ingin membangunkan gurunya tersebut akhirnya
ia biarkan kakinya berlumuran darah dan menahan sakitnya. Ketika Parasurama
bangun dari tidurnya tersadarlah dia bahwa sebenarnya Karna bukanlah seorang
Brahmana melainkan seorang ksatria asli dengan caranya menahan rasa sakitnya.
Merasa telah ditipu oleh Karna, Parasurama pun mengutuk Karna. Katanya suatu
hari ketika Karna melawan musuh terbesarnya Karna akan lupa pada semua mantra
yang pernah diberikan oleh Parasurama.
Tidak
hanya kutukan dari Parasurama, Karna juga mendapat kutukan dari seorang
Brahmana yang sapinya ditabrak oleh Karna ketika sedang menyeberang. Dari
brahmana ini ia mendapat kutukan, ketika ia akan melawan musuh terbesarnya
nanti roda kereta kudanya akan terjerumus ke dalam lumpur.
Suatu hari Dewa Indra, ayah Arjuna
merencanakan untuk merebut baju pusaka milik Karna pemberian Surya dengan
menyamar sebagai pendeta. Mendengar hal tersebut, Dewa Surya tidak mau diam
saja. Ia memberi tahukan rencana tersebut pada Karna, namun jawaban Karna
justru mengejutkan. Katanya, ia telah bersumpah akan
hidup sebagai seorang dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain
pasti akan dikabulkannya. Dia tidak merasa risau atau gelisah, itu menandakan
bahwa sebenarnya ia mencintai adik-adiknya dengan mengalah, bersedia memberikan
baju pusaka yang konon membuatnya sakti tersebut.
Setelah
mendapat baju pusaka dan anting milik Karna, Dewa Indra justru membuka
samarannya dan memberikan hadiah berupa Vasavi Shakti atau Konta. Senjata ini
hanya dapat digunakan sekali saja dan setelah itu akan lenyap. Dan inilah bukti
kedua kecintaan Karna yang sebenarnya pada saudara-saudara Pandawanya. Pada
penggunaannya kelak, Konta tidak jadi ia gunakan untuk membunuh Arjuna adiknya.
Menurut versi Jawa, pusaka pemberian Indra bukan bernama Konta, melainkan
bernama Badaltulak.
Pada versi
Jawanya, Konta disebut dengan Kuntawijayadanu yang diberikan oleh Batara Guru.
Batara Narada yang diutus oleh Batara Guru untuk menemui dan memberikan pusaka
tersebut kepada Arjuna yang sedang bertapa untuk mendapat pusaka yang akan ia
gunakan untuk memotong tali pusar Gatotkaca. Namun dalam perjalanannya, Batara
Narada bertemu dengan Karna dan menyangka bahwa Karna adalah Arjuna, berkat
cahaya remang-remang yang diciptakan oleh Batara Surya. Setelah sadar telah
ditipu, Batara Narada menghampiri Arjuna yang asli kemudian Arjuna melawan
Karna namun ia hanya mendapatkan sarungnya saja. Sarung itu pun masuk ke dalam
perut Gatotkaca dan menambah kekuatannya.
Masa
kekalahan dadu bagi Pandawa sudah berakhir namun Korawa tidak mau menyerahkan
Indraprastha secara cuma-cuma, mereka mau menempuhnya dengan jalan perang.
Pandawa pun mengutus Kresna untuk menjadi duta menuju Hastinapura. Kresna
mencoba berbicara dengan Karna, jati diri Karna yang sebenarnya diungkaplah.
Namun hal itu tidak membuat Karna berbalik meninggalkan Korawa justru katanya,
ia tidak mau meninggalkan Duryodana dan Korawa yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan
perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Pada versi Jawanya, kedatangan
Kresna ke Hastinapura justru untuk meminta Karna bergabung dengan Pandawa. Dan
di versi Jawa pula, Karna sudah mengetahui bahwa ia adalah kakak seibu Pandawa
sejak awal sebelum pernikahannya dengan Surtikanti.
Setelah penolakan itu Karna pun
bertemu langsung dengan ibunya, Dewi Kunti ketika Karna sedang sembahyang di
tepi sungai. Sekali lagi rayuan Kunti yang bahkan adalah ibu kandungnya pun
ditolaknya. Ia tetap pada pendiriannya untuk membela Korawa. Ia tidak mau
disebut sebagai pencuri. Katanya: “Kalau pun Tuan Putri adalah ibu hamba, dan
Prabu Yudistira, Raden Bhima dan Raden Arjuna adalah adik-adik hamba, maka
hamba tidak akan mau dikategorikan sebagai ‘pencuri’ yang telah
menikmati kehidupan dan kehormatan tanpa mengembalikan sesuatu” (dikutip dari sini) Pada ibunya pula ia bersumpah untuk tidak membunuh
saudara-saudaranya dalam peperangan yang akan segera terjadi.
Pada
perang besar, Korawa memilih Bisma sebagai panglimanya. Pada saat itu terjadi
perselisihan antara Bisma dan Karna. Bisma menolak jika Karna berada dalam
pasukannya sementara Karna tidak mau ikut perang jika masih dipimpin oleh
Bisma. Namun pada hari kesepuluh Bisma pun gugur. Karna sekali lagi muncul
sebagai ksatria, ia melupakan semua dendamnya pada Bisma. Kemudian Bisma mengakui bahwa sebenarnya ia hanya
berpura-pura mengusir Karna supaya tidak bertempur melawan Pandawa, saudaranya
sendiri. Bisma mengetahui jati diri Karna sebagai kakak para Pandawa setelah
diberi tahu oleh Narada
(maharesi kahyangan).
Bisma pun juga menyarankan pada Karna agar ia berbalik menjadi lawan Korawa dan
bergabung dengan Pandawa namun untuk yang ketiga kalinya Karna menolak. Ia
tidak ingin disebut ‘pencuri’ yang menikmati apa yang ia mau namun tidak
mengembalikan apapun.
Pada
hari keempatbelas, Karna turut berperang mendampingi Drona yang menjadi
panglima bagi Korawa. Duryodana mengalami luka yang cukup parah ketika
menghadapi Gatotkaca dan Bimasena. Karna pun didesak oleh Duryodana untuk
menggunakan Vasavi Shakti untuk mengalahkan Gatotkaca. Karna yang awalnya ingin
menggunakan Vasavi Shakti untuk mengalahkan Arjuna, musuh besarnya tersebut
akhirnya mengalah dan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dewa Indra akhirnya
Konta pun lenyap setelah sekali pakai. Di cerita versi Jawa, Karna membunuh
Gatotkaca dengan pusaka Kuntawijayadanu yang pada sebelumnya di dalam perut
bayi Gatotkaca pernah masuk sarungnya. Setelah Gatotkaca tewas akhirnya pusaka
Kuntawijayadanu pun musnah ke dalam perut Gatotkaca yang dengan demikian telah
bersatu kembali dengan sarungnya.
Pada
hari keenambelas akhirnya Karna berhasil mengalahkan Yudistira, Bimasena,
Nakula dan Sadewa namun tidak sampai membunuhnya sesuai dengan sumpahnya pada
sang ibu, Dewi Kunti. Akhirnya sampai pada hari yang telah ditunggu, Karna pun
melawan Arjuna secara langsung.
Karna
mengincar leher Arjuna menggunakan panah Nagasatra, diam-diam Salya memberi
isyarat pada Kresna. Kresna pun menggerakkan keretanya sehingga panah pusaka
tersebut meleset hanya mengenai mahkota Arjuna. Pertempuran antara keduanya pun
ditunda lagi karena matahari mulai terbenam.
Pada hari
ketujuhbelas, perang antara Karna dan Arjuna pun dilanjutkan. Namun di hari itu
juga kutukan yang pernah di dapatkan oleh Karna menjadi kenyataan. Yang pertama
ketika Arjuna membidikkan panah Pasupatinya ke arah Karna tiba-tiba roda kereta
Karna terperosok ke dalam lumpur. Karna tidak peduli dengan roda keretanya, ia
kemudian mencoba membaca mantra yang pernah ia pelajari dari Parasurama namun
kemudian ia lupa pada semua mantranya.
Karna pun
turun untuk mendorong keretanya agar keluar dari lumpur dan meminta Arjuna
untuk menahan diri sementara ia mendorong keretanya. Pada saat itulah Kresna
mendesak Arjuna untuk segera membunuh Karna, Kresna pun mengingatkan Arjuna
bahwa sebelumnya Karna juga berlaku curang dengan mengeroyok Abimanyu hingga ia
tewas.
Arjuna
yang diingatkan pada putranya yang sudah tewas dengan tragis itupun dengan
segera membidikkan panah Pasupatinya dan memenggal kepala Karna sehingga ia
tewas seketika.
Dalam
versi Jawa sama dengan versi aslinya, Karna tewas oleh Arjuna. Namun ceritanya
masih berlanjut dengan keris Kaladite milik Karna yang menyerang Arjuna dan
ditangkis dengan keris Kalanadah peninggalan Gatotkaca, kemudian kedua keris
itu lenyap bersamaan.
Ini adalah bagaimana cara saya
melestarikan kebudayaan Indonesia yang ada, saya menuliskannya pada sebuah
entri blog. Pewayangan yang diadaptasi dari cerita Mitologi Hindu ini juga
merupakan kebudayaan milik Indonesia. Walaupun ceritanya diangkat dari cerita
di India sana namun Indonesia punya cara tersendiri menyampaikannya yaitu
dengan wayang. Mungkin tidak semua pemuda-pemudi Indonesia tahu dengan
cerita-cerita pewayangan yang ada, bahkan cerita tersebut tidak pernah berubah dari masa ke masa jika muda-mudi
bangsa mau mencobe mengenalnya. Beberapa cerita pewayangan sekarang hanya
dimodifikasi dengan kejadian-kejadian yang ada akhir-akhir ini. Seperti apa
contoh cerita pewayangan yang mengikuti kejadian yang sering terjadi saat ini?
Bisa kita lihat ceritanya disini
Mari pelajari dan pahami budaya Indonesia, lestarikan budaya milik Ibu Pertiwi.
Majukan dengan cara-cara yang lebih modern pada saat ini. Indonesia penuh
budaya.
No comments:
Post a Comment