Pernah ada ceritamu di
lembar-lembar kehidupanku. Entah berapa lembar,
yang kuingat hanya namamu pernah kutulis dengan tinta persahabatan.
Kemudian hari kutulis lagi dengan tinta perpisahan.
Aku bukan seorang teman
yang mampu membawamu ke dalam dunia remaja yang diimpikan banyak belia. Aku
bukan seorang yang dikenal oleh banyak teman. Tidak setiap aku melintas,
bersaut-saut namaku diucapkan. Aku juga bukan sang maestro yang namanya
mengudara lewat berbagai lagu ciptaannya. Aku bukanlah bagian dari mereka yang
tidak dapat bernafas tanpa kemunafikan yang dibungkus rapi dalam pertemanan.
Sederhana saja mendeskripsikanku. Aku biasa saja.
Aku mencintai kehidupanku
dengan kata-kata di dalam buku kusam kehidupan. Aku tak pernah paham mengapa
berteman saja harus didasarkan pada kasta-kasta. Aku berada di kasta paling
bawah dan tidak dapat disetarakan dengan mereka yang berada di kasta atas.
Suatu hari kau menanyakan padaku “Apakah kita masih
bersahabat?”
Aku tidak menjawab bukan?
Hari ini aku akan menjawabnya. Kita masih bersahabat di dalam bayanganku. Tidak
secara nyata saling memahami namun aku paham akan dirimu. Berada dalam sorot
cahaya adalah sebuah piala citra yang harus dibanggakan. Maaf, tujuan kita
berbeda. Kamu harus mencari bus lain untuk sampai di sana.
Dihari akhir aku melihatmu,
sebuah lagu persahabatan telah resmi diperdengarkan oleh sang maestro.
No comments:
Post a Comment