Sore ini aku sedang duduk bersama rindu dan hujan. Secangkir
kopi menemani kami mengobrol. Obrolan tak jauh dari soal mencintai dan
dicintai.
Rindulah yang memulai obrolan itu, “kalian tahu, dua orang
yang saling mencintai tidak akan pernah lengkap tanpa aku”
“Mengapa
begitu?” tanyaku.
Rindu membenarkan letak kacamatanya, “karena semakin mereka
merasa rindu maka semakin besar rasa cintanya dan harus kalian tahu, rasa rindu
itu menjadi pelengkap perasaan-perasaan lainnya”
Lalu hujan menimpali, “kau saja yang tidak tahu. Semua orang
mengatakan bahwa rindu itu rasa yang paling menyakitkan.”
“Kau
tahu dari mana?” tanyaku pada hujan.
“Setiap
aku turun ke bumi bersama teman-temanku, aku selalu memperhatikan apa yang
sedang dua orang yang saling mencintai itu lakukan.”
“Apa
yang mereka lakukan?” kini rindu yang bertanya.
“Mereka
menulis puisi. Bermacam-macam bentuk puisi mereka tuliskan. Yang aku baca dari
beberapa orang, mereka mengungkapkan bahwa rindu itu sangat menyakitkan.
Bukannya melengkapi perasaan yang ada malah membuat mereka justru gelisah,
galau dan bersedih. Tidak ada kebahagiaan di raut wajah mereka”
Rindu terdiam, mungkin dia kecewa karena sudah membuat
setiap orang yang mencintai itu terluka karena saling merindu.
Aku yang semenjak tadi hanya menimpali obrolan kami dengan
pertanyaan pun mulai mengajukan pendapatku, “dua orang tidak akan pernah dapat
saling mencintai tanpa aku”
Mengapa demikian? Itu yang aku dapatkan dari raut muka kedua
sahabatku itu. Mereka menaikkan kedua alisnya.
“Kalian
tidak percaya?”
“Sombong
sekali kau” Rindu mengataiku.
“Aku
ini cinta. Setiap orang tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, berbagi
kebersamaan, saling mengikat janji, berkomitmen, merindu, terluka, menuliskan
puisi cinta, merasakan romantisnya hujan, bahkan menangisi kekasihnya tanpa
adanya cinta. Dan akulah cinta itu.”
Rindu
masih saja diam, hujan tersenyum.

No comments:
Post a Comment