Pengintip

Wednesday, January 25, 2012

Rindu, Hujan dan Cinta



Sore ini aku sedang duduk bersama rindu dan hujan. Secangkir kopi menemani kami mengobrol. Obrolan tak jauh dari soal mencintai dan dicintai. 

Rindulah yang memulai obrolan itu, “kalian tahu, dua orang yang saling mencintai tidak akan pernah lengkap tanpa aku”
“Mengapa begitu?” tanyaku.

Rindu membenarkan letak kacamatanya, “karena semakin mereka merasa rindu maka semakin besar rasa cintanya dan harus kalian tahu, rasa rindu itu menjadi pelengkap perasaan-perasaan lainnya”

Lalu hujan menimpali, “kau saja yang tidak tahu. Semua orang mengatakan bahwa rindu itu rasa yang paling menyakitkan.”

“Kau tahu dari mana?” tanyaku pada hujan.

“Setiap aku turun ke bumi bersama teman-temanku, aku selalu memperhatikan apa yang sedang dua orang yang saling mencintai itu lakukan.”

“Apa yang mereka lakukan?” kini rindu yang bertanya.

“Mereka menulis puisi. Bermacam-macam bentuk puisi mereka tuliskan. Yang aku baca dari beberapa orang, mereka mengungkapkan bahwa rindu itu sangat menyakitkan. Bukannya melengkapi perasaan yang ada malah membuat mereka justru gelisah, galau dan bersedih. Tidak ada kebahagiaan di raut wajah mereka”

Rindu terdiam, mungkin dia kecewa karena sudah membuat setiap orang yang mencintai itu terluka karena saling merindu.

Aku yang semenjak tadi hanya menimpali obrolan kami dengan pertanyaan pun mulai mengajukan pendapatku, “dua orang tidak akan pernah dapat saling mencintai tanpa aku” 

Mengapa demikian? Itu yang aku dapatkan dari raut muka kedua sahabatku itu. Mereka menaikkan kedua alisnya.

“Kalian tidak percaya?” 

“Sombong sekali kau” Rindu mengataiku. 

“Aku ini cinta. Setiap orang tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, berbagi kebersamaan, saling mengikat janji, berkomitmen, merindu, terluka, menuliskan puisi cinta, merasakan romantisnya hujan, bahkan menangisi kekasihnya tanpa adanya cinta. Dan akulah cinta itu.”

Rindu masih saja diam, hujan tersenyum.

No comments:

Post a Comment